Apple Pie

Hari yang melelahkan, dimana siang tadi aku diharuskan datang ke sebuah acara pemakaman. Air mata palsu ini masih jelas dirasa, sudah cukup aku berpura-pura bersedih. Aaah, akhirnya aku lega. Siparasit pencari sensasi itu kini tidak akan menggangu, hidupku akan terasa ringan kedepannya. Ku rebahkan badan pada kursi tua peninggalan ayahku, nikmat sekali. Namun kenikmatan itu terhenti seraya suara bell berbunyi, mau tak mau aku harus membukakan pintunya.
Terlihat pria bernama Marvel sedang berdiri didepanku saat ini, yang tak lain dia adalah pacarku. Marvel lalu masuk dan menanyai kabarku, aku hanya tersenyum lembut.

“Jessie, apakabar kamu hari ini ?”
“Tentu saja aku baik. Kamu kembali lagi kesini ? Ingin minum apa ?” tanyaku.
“Aku tidak haus, melihatmu lagi saja aku sudah senang”
“Aa..h, baiklah. Kamu boleh menemaniku malam ini. Oh iya, aku akan membuatkanmu sebuah apple pie, kamu jangan dulu pulang ya”
“Baiklah, kalau perlu aku akan disini lebih lama” tawarnya.
“Yahh, jangan terlalu lama. Nanti Pamanku pulang dan akan kaget melihat seorang pria di rumah wanita malam-malam begini”

Aku segera bergegas ke dapur, membuatkan sebuah apple pie untuk Marvel. Pria yang begitu lembut dan penuh kasih sayang, pria yang dengan sabarnya merawat aku yang pesakitan ini. Andai saja marvel tau perasaan aku yang sesungguhnya, pasti hubungan kita akan tetap hangat.

Tepat pukul 11 malam pamanku baru saja pulang dari kantornya, terlihat pakaiannya begitu lusuh. Rupanya ia sudah mencium aroma pie dari sejak masuk pintu depan, ia menghampiri dan bertanya mengapa aku membuat pie malam-malam begini.

“Jess, untuk apa membuat pie malam-malam begini ?”
“Ini untuk Marvel, apple pie kan makanan kesukaan Marvel. Paman mau mencoba ?”
“Oh tidak jess, aku baru saja makan tadi. Aku ke kamar dulu ya”
“Jangan dulu paman, temani Marvel ngobrol dulu. Kasihan dia daritadi menunggu sendiri”

Paman hanya menjawab dengan senyum, mungkin karena jam kerjanya begitu panjang makannya ia sudah terlalu lelah. Kubiarkan pamanku tidur lebih awal, setidaknya dia tidak marah rumahnya kedatangan Marvel. Kupilihkan buat tersegar untuk Marvel, dengan fokusnya aku mencampur bahan-bahan sambil menatap matanya yang sedang berada disampingku kali ini. Senyumnya mengembang penuh arti, betapa beruntungnya aku memiliki pria seperti dia.

Hubunganku berawal dari 7 bulan yang lalu. Pamanku adalah seorang kontraktor, dan Marvel adalah seorang pekerja bangunan. Kami dipertemukan saat aku harus mengantarkan makanan ke tempat kerja paman, saat itu Marvel menyapaku dan mengajak berkenalan. Ini adalah pertama kalinya aku berkenalan dengan seorang pria, dan hatiku sedikit berdebar. Marvel adalah sosok pekerja keras, ramah dan yang pasti ia sederhana. Sebulan berjalan kami berkencan diam-diam, karena aku tau paman sangat tidak suka jika aku mempunyai teman. Entah karena memang aku pesakitan, atau memang paman tidak membolehkan aku bersama pria lain. Cerita berlanjut dengan nekatnya aku memutuskan untuk menjalin sebuah ikatan dengan Marvel, kami nikmati setiap detik waktu yang kami lalui. Bagaimanapun, dia tetap setia mengantarku setiap bulan untuk sekedar check up.

Senangnya ada orang yang begitu perhatian, semenjak aku harus kehilangan kasih sayang dari seorang ibu. Maklum jika ibu pergi, mungkin hidupnya kian berat sejak ditinggal ayah. Apalagi sejak saat itu ibu harus tinggal dengan pamanku, yang tak lain adalah seorang hyperseks. Hingga pada akhirnya ibu terlalu lelah untuk menjadi seorang budak seks dan  memilih untuk pergi, sayangnya ia lupa bahwa saat itu ia masih memiliki ku. Aku yang masih kecil, hanya bisa menangis tersedu membayangkan apa yang akan terjadi setelah ini. Dan sepertinya kutukan ini berlanjut, memang benar aku dijadikan budak seks juga oleh pamanku sedari belia. Hancur, sakit, ingin ku berlari namun aku tak bisa hidup sendirian. Lalu hari-hariku menjadi seperti seorang mayat hidup, hatiku beku dan segala macam ingatan aku simpan bersama Miss Sandra, dokter pribadi ku.

Miss Sandra bilang aku memiliki trauma yang cukup dalam, ini datang karena masa lalu ku yang amat menyedihkan. Tiap bulan aku diantar Marvel untuk menemuinya, dia bahkan menyetujui jika aku memiliki seorang kekasih. Semakin riang saja aku, memang pilihanku sangat tepat untuk terus bersama dengan seorang Marvel.

Akhirnya apple pie sudah jadi, segera aku bawa dan dihidangkannya untuk Marvel. Terlihat dia bahagia, namun tak sedikitpun ia mau mencicipinya.

“Pie nya sudah jadi, kenapa kamu tidak mau mencobanya?” tawarku.
“Aku tidak mau, malam ini aku hanya sedang ingin bersamamu”
“Ayolah Marvel, jangan seperti ini. Aku sudah susah-susah membuat, dan kamu bahkan tidak mau. Nanti aku sedih”

Marvel hanya tersenyum lagi, hingga aku memilih untuk memakannya sendiri. Marvel masih menatapku dalam, membuatku sangat ingin menangis. Aku segera berlari ke kamar, meninggalkan Marvel yang masih duduk tenang di meja makan. Malam ini terasa berat tuhan, andai saja hari kemarin tidak bertemu, mungkin saja saat ini kami sedang bahagia dengan apple pie yang kami buat. Sudahlah, aku ingin beristirahat malam ini.

Esok paginya aku terbangun dengan Marvel yang sudah berada disampingku. Segera aku mandi dan bersiap-siap pergi keluar. Aku mengajak Marvel untuk pulang kerumahnya, ia tetap mengelak dan ingin tinggal disini.

“Marvel, ayo pergi”
“Kemana? Aku tetap ingin tinggal disini. Bersamamu, selamanya”

Aku tidak menghiraukan permintaannya. Aku melenggang pergi, dengan setia Marvel mengikutiku dari belakang. Suasana diluar terlalu cerah untuk kisah yang kelabu, bagaimanapun aku harus mengantar Marvel pulang kerumahnya. Pagi itu Marvel tampak sedih, membuatku semakin sakit saja melihatnya.
Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya kami sampai. Sebuah area pemakaman yang cukup luas, dan salah satunya adalah milik Marvel. Baru kemarin aku pulang dari sini, dan sekarang aku harus kesini lagi. Dia harus tinggal dirumah abadinya, ini merupakan pembuktian cintaku padanya.

*FLASHBACK*

Hari ini aku akan berkencan, sepatu bagus, drees putih rapi dan rambut wangi mungkin akan disukai Marvel. Namun aku terkaget dengan suara dobrakan pintu kamar, rupanya itu adalah ulah pamanku. Pamanku berlari dan mencekek leherku, sambil mencaci maki ia mengatakan jika aku tidak boleh berkencan dengan Marvel. Nafasku terasa sesak, aku tidak bisa berbuat apa-apa. “Persetan dengan Marvel, jika kamu masih mengencaninya, aku akan bunuh ia malam ini” ancamnya. Aku hanya ketakutan sambil menangis, namun aku tetap mencari cara untuk bertemu dengan Marvel. Tidak habis akal, aku mengambil pisau dilaci untuk mencongkel jendela kamarku, hingga akhirnya aku bisa keluar.

Tibalah aku di sebuah danau, terlihat Marvel masih setia menunggu disana. Aku memanggil dan berlari kearahnya, dia terlihat bahagia sambil membuka lebar tangannya seraya menunggu aku untuk jatuh kepelukannya. “Cleb...” , suara pisau telah merobek perutnya. Sambil menangis, aku menusukkan pisau ketubuhnya tak henti-henti. Aku harus membunuhnya sekarang, sebelum nanti malam ia dibunuh oleh pamanku. Sedih sekaligus bangga, aku bisa menjauhkan tubuhnya dari tangan terkutuk pamanku. Marvel rupanya masih bernafas, dengan terbata-bata ia berkata “Sayang, kenapa?” lalu jantungnya berhenti berdetak, dia menutup mata terakhirnya dalam pelukku. Terlalu berat tubuh Marvel untuk ku kuburkan sendiri, sehingga aku memutuskan untuk menjatuhkan mayatnya ke danau. Dress putihku kini sudah ternoda, aku segera berlari pulang dan bersembunyi dirumah seharian. Miss Sandra terus menelponku, aku lupa jika hari ini harus datang check up. Aku pergi diantar pamanku, sekarang aku sudah lega.

“Jess, tumben kamu dateng dengan pamanmu. Bukannya tadi pagi kamu mengatakan akan datang dengan Marvel ?” tanyanya.
“Miss, bantu aku lupakan Marvel ya. Aku sudah menyerah dengan nya”
Terlihat senyum simpul diwajah paman. Begitu pun aku, kini cintaku akan segera abadi dengan Marvel, tanpa gangguan manusia paling terkutuk dimuka bumi.

*PROLOG*

Badanku terasa sakit, rupanya aku tertidur seharian dimakam Marvel. Tak terlihat dia ada disekelilingku, mungkin saat ini ia sudah menungguku di surga. Sudah saatnya aku bahagia, kuhunuskan sebilah pisau yang masih berlumur darah tepat diperutku, kucoba robek sekuat tenagaku. Segala risauku kini sudah berakhir, sambil kuucap penuh harap kepada tuhan, pertemukan lah kami pada keabadiaan.


CONVERSATION

0 comments:

Post a Comment

Back
to top